Senin, 20 Juni 2011

Pidato SBY Tidak Sesuai Kenyataan

Pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tentang perlindungan buruh migran di sidang ILO ke 100 pada 14 Juni lalu tidak sesuai kenyataan. Dia mengatakan kalau perlindungan buruh migran Indonesia telah berjalan karena tersedia mekanisme regulasi dan institusinya. Nyatanya seorang tenaga kerja wanita (TKW) bernama Ruyati binti Sapubi dihukum pancung di Arab Saudi, Sabtu (18/6).
Menurut Executive Director Migrant Care, Anis Hidayah, kematian Ruyati dinilai sebagai cermin ketidakpedulian pemerintah terhadap Pembantu Rumah Tangga (PRT) migran. Anis menambahkan, baru saja publik dibuai oleh Pidato SBY di Sidang ILO ke-100 pada 14 Juni lalu, mengenai perlindungan PRT migran di Indonesia. Anis mengatakan, tentu saja pidato tersebut menyejukkan dan menjanjikan. "Namun buaian pidato tersebut tiba-tiba lenyap ketika Sabtu, 18 Juni muncul pemberitaan di berbagai media asing mengenai eksekusi mati dengan cara dipancung terhadap Ruyati binti Sapubi, PRT migran Indonesia yang bekerja di Saudi Arabia,” ujarnya.
Peristiwa ini, lanjutnya, jelas memperlihatkan bahwa apa yang dipidatokan Presiden SBY di ILO tidak sesuai dengan realitas. Dalam hal hukuman mati terhadap PRT migran dan warga negara Indonesia di luar negeri, diplomasi luar negeri Indonesia dinilai sangat tumpul. Di Saudi Arabia, ada sekira 23 warga negara Indonesia (mayoritas PRT migran) menghadapi ancaman hukuman mati. “Kasus terakhir yang muncul ke permukaan adalah ancaman hukuman mati terhadap Darsem,” tambahnya.
Dalam kasus ini, Anis menuding pemerintah Indonesia lebih berkonsentrasi dalam pembayaran diyat (uang darah) ketimbang melakukan advokasi litigasi di peradilan maupun diplomasi secara maksimal. ”Eksekusi mati terhadap Ruyati binti Sapubi merupakan bentuk keteledoran diplomasi perlindungan PRT migran Indonesia. Dalam kasus ini, publik tidak pernah mengetahui proses hukum dan upaya diplomasi apa yang pernah dilakukan oleh pemerintah Indonesia,” jelas dia.

0 komentar:

Posting Komentar